Senin, 20 Desember 2010

kajian model pengembangan usaha di kalangan pemulung daerah Kabupaten Bogor

Kajian Model Pengembangan Usaha di Kalangan Pemulung Daerah
Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor



Profil

TPST Bojong
TPST Bojong terletak di Desa Bojong, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor pada lahan seluas 35 hektar. PT Wira Guna Sejahtera adalah sebuah perusahaan swasta yang bekerja sama dengan Pemkot Jakarta untuk membangun TPST Bojong. Dana yang digunakan bukan dari APBD, tetapi dari investasi pihak asing (Swedia) sebagai penyedia mesin pengolahan sampah.

Teknologi yang digunakan
Teknologi utama pengelolaan sampah yang digunakan oleh TPST Bojong berasal dari Swedia yang dikenal dengan nama Teknologi Ballapress. BALA adalah nama perusahaan Swedia, yang pabriknya berlokasi di Nossebro, dekat Gothenburg. Perusahaan tersebut berpengalaman 15 tahun dalam merancang dan membuat system untuk menangani, menyimpan, dan membuang sampah padat.
Teknologi pengolahan pada dasarnya dibagi atas empat unit pengolahan antara lain:

1. Unit Pemilahan
Pemilahan sampah dilakukan di atas delapan unit ban berjalan (conveyor belt) yang masing-masing panjangnya 33 meter. Para ‘pemulung’ (sekitar 1000 orang) berada di sisi kiri dan kanan masing-masing ban berjalan tersebut, bertugas memilah sampah yang masih punya nilai ekonomis (untuk didaur ulang) seperti plastic, logam, gelas, kaleng, dan kertas untuk diangkut keluar mesin; dan benda yang masuk mesin umumnya sampah organic dan yang tidak punya unsur ekonomis lagi dan bebas dari material berat seperti balok kayu, batu, kerikil dan lain-lain.
Kelemahan dari metode ini adalah lebar ban yang kurang dan tidak mampu menampung volume sampah dan pemilahan yang masih menyisakan material berat masuk ke mesin.

2. Unit Pemadatan
Tiga jenis sampah akan masuk ke dalam mesin, yaitu sampah organic, sampah yang akan di daur ulang, dan sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis lagi. Pemadatan dilakukan dari volume sampah normal menjadi ukuran 20 – 25% dari ukuran awal. Pemadatan menjadi bentuk kubus 1 -1,7 m3. Pemadatan sampah organic dimaksudkan untuk memperkecil volume, mengeringkan, dan mengekstrak air lindi dari sampah tersebut. Pemadatan sampah daur ulang dan tanpa nilai ekonomis untuk memperkecil volume sampah. Pemadatan sampah ini juga dimaksudkan agar proses insenerasi bisa lebih mudah.

3. Unit Insenerasi
Unit ini bertugas ‘memanggang’ kubus-kubus sampah organic dan tanpa nilai ekonomis lagi. Sampah yang akan didaur ulang akan didistribusikan ke unit-unit daur ulang di dalam dan luar TPST. Volume sampah yang masuk unit insenerasi akan direduksi hingga 60-80%, dan 20-40% dari volume sampah akan menjadi abu yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan batu bata dan batako. Hasil insenerasi sampah organic dan sampah tanpa nilai ekonomis akan dibungkus dan ditimbun di lahan yang telah digali, dan kemudian akan dijadikan wilayah penanaman pohon.
Kelemahan unit ini adalah gas buang hasil proses pembakaran. Gas buang hasil pembakaran seperti partikulat, nitrogen monoksida, sulfur oksida, karbon dioksida, dan furan, tergolong dapat menjadi polutan yang berbahaya yang bersifat karsinogenik (memicu kanker).

4. Unit Pengolahan Air Lindi
Air hasil penyaringan dari proses pemadatan dikenal dengan nama air lindi (leachate) yang kaya dengan senyawa organik dan dinyatakan dalam Chemical Oxygen Demand (COD). Air lindi diproses melalui proses anaerobic atau tanpa oksigen dalam prosesnya. Air lindi akan dijadikan senyawa untuk campuran kompos dan gas hasil proses berupa metana (CH4) akan dijadikan sumber energi bagi TPST sendiri.

Pro Kontra TPST Bojong

Henky Susanto, seorang ahli dari BPPT mengatakan TPST adalah sebuah kesia-siaan. Pemusnahan lewat insenerator sangat berbahaya dan harga insenerator sangat mahal. Terdapat zat seperti CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF (chlorinated dibenzo furan), dan PCB (poly chlorinated biphenyl) yang dihasilkan pembakaran di incinerator yang dapat mengakibatkan kanker. Dia lebih menyarankan pemanfaatan TPA Bantar Gebang untuk diubah dari sanitary landfill menjadi reusable sanitary landfill.
Joko Heru Mantono, seorang ahli BPPT lainnya mengatakan bahwa konsep TPST Bojong ini cukup bagus namun aspek kelayakan dengan berbagai syaratnya diabaikan. Keamanan dan pengendalian lingkungannya masih dipertanyakan pula. Seharusnya TPST Bojong direlokasi, tetapi masalah yang sama yaitu penolakan dari warga sekitar juga akan mengiringi proses relokasi tersebut.

Warga Menolak
Dasar penolakan Warga Bojong atas keberadaan TPST di wilayah mereka adalah lokasi tersebut akan bernasib sama dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Padahal TPST dan TPA adalah dua konsep pengolahan sampah yang sangat berbeda. TPA Bantar Gebang merupakan sanitary landfill (pe-nimbunan sampah dengan lapisan tanah), yang menyebabkan pencemaran air tanah akibat tanah tidak dilapisi lapisan kedap air, dan pencemaran udara (bau) akibat pembusukan sampah. Walaupun direktur PT Wira Guna Sejahtera telah menjamin bahwa pencemaran yang terjadi di Bantar Gebang tidak akan dialami oleh TPST Bojong, namun warga telah dirasuki rasa ketakutan dan akhirnya menjadi paranoid akan TPST Bojong. TPST Bojong pun akhirnya berhenti beroperasi.

Kondisi Terakhir
Lahan milik PT Wira Guna Usaha yang luasnya 35 hektar bekas berdirinya TPST Bojong, terlantar. Banyak warga memanfaatkan lahan tersebut untuk menggembalakan hewan ternak mereka. Sejak tahun 2007, TPST resmi menghentikan usahanya, pihak perusahaan membiarkan lahan luas itu begitu saja. Warga sekitar mengatakan bahwa warga setuju saja bila PT Wira Guna Usaha mengadakan aktifitas di wilayah mereka asalkan bukan pengolahan sampah. Mereka juga mengatakan bahwa sebaiknya lahan tersebut digunakan untuk pertanian daripada untuk industri. Lahan tersebut sekarang ditumbuhi rumput liar. Bangunan bekas tempat mesin pengolahan sampah hanya tersisa puing-puing dan pondasinya saja. Yang tersisa hanya pos penjagaan yang juga tidak terawatt. Danau seluas satu hektar di sisi kiri lahan TPST jadi objek menarik untuk wisata warga dan sarana pemancingan.

Penyelesaian yang Tepat Saat Ini
TPST Bojong dirancang untuk mengolah 2.000 ton sampah per hari, sedangkan sampah warga Jakarta setiap harinya mencapai angka 6.000 ton. Sampah warga Jakarta dalam seminggu mampu memenuhi Stadion Gelora Bung Karno. Itu artinya hanya 33% dari total sampah warga Jakarta yang dapat diolah di TPST Bojong. 67% sisanya akan dilempar ke TPA Bantar Gebang, yang kondisinya sudah diketahui bersama tidak layak untuk pengelolaan sampah. Sampah walau terkadang disepelekan memiliki efek yang membahayakan, dan menjadi penyumbang gas rumah kaca berupa metana dan karon dioksida. Alternatif lain diperlukan untuk pengelolaan sampah dari warga masyarakat umumnya, warga Jakarta pada umumnya.
Alternatif terbaik adalah mengolah sampah sebelum sampah itu naik ke truk-truk pengangkut sampah dan mencapai TPST Bojong ataupun TPA Bantar Gebang. Pengelolaan sampah mulai dari rumah tangga itu sendiri. Sampah dari rumah harus dipilah-pilah menjadi tiga kelompok. Sampak organic atau sampah basah, sampah anorganik atau sampah kering, dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sampah basah atau organic umumnya berasal dari makhluk hidup seperti daun-daunan, sayuran, buah, serta sisa makanan. Sampah organic dapat diurai oleh mikroorganisme, namun proses penguraiannya menimbulkan bau busuk dan gas rumah kaca. Sampah kering atau anorganik seperti plastic, kertas, gelas, karet, dan berbagai sampah anorganik lain yang masih memiliki nilai jual seperti botol, kertas, besi bekas, dan kaleng. Limbah B3 berbahaya bagi manusia dan lingkungan seperti botol obat nyamuk, sisa bahan kimia, tinta, parfum, dan oli. Tanpa system pembuangan yang benar, limbah B3 dapat mencemari lingkungan, air, tanah, dan tanaman.
Tiap rumah tangga dapat memulainya dengan menyediakan wadah untuk tiga jenis sampah di atas, atau membagi kantung sampahnya menjadi tiga bagian. Sampah limbah B3 dapat dikumpulkan dan diurus secara swadaya dalam kumpulan masyarakat seperti tingkat RT, dengan membuat system sederhana pengelolaan yang aman. Sampah anorganik dapat dijual ke pengumpul barang bekas seperti kertas, botol, besi, kaleng, dan plastic, atau dikreasikan menjadi barang dengan sedikit kreatifitas. Sampah organic dapat diolah menjadi kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman. Kompos dapat dibuat dengan menggunakan tong atau membuat lubang biopori. Kompos menggunakan tong memerlukan campuran bahan kimia atau menggunakan bakteri pengurai, sedangkan pengomposan biopori membuat lubang di tanah sedalam 80 – 100 meter yang lalu diisi dengan sampah organic. Pengolahan sampah organic menjadi sangat krusial karena sampah organic memiliki porsi lebih 60% dari total sampah dari warga masyarakat.

PENUTUP
TPST Bojong, adalah sebuah konsep pengelolaan sampah yang baik dan terencana. Terlepas dari segala kekurangan yang saat ini masih menyelimutinya. Penghentian tempat pengelolaan sampah tersebut sebetulnya sangat disayangkan. Oleh karena itu, mulai saat itu kita harus lebih bijak dalam mengelola sampah. Persoalan sampah adalah persoalan yang pelik saat ini. Pengolahan sampah adalah tanggung jawab kita bersama, dan harus dimulai saat ini juga untuk mengolah sampah mulai dari rumah tangga. Konsep reduce, reuse, dan recycle dalam pengelolaan sampah juga harus selalu diterapkan.
Sampah jangan sampai dibuang begitu saja, karena sampah tidak akan ‘hilang’ atau terurai dengan mudah atau otomatis terdegradasi.

• Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah.
Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:

• Strengths (kekuatan)
Merupakan semua konsep pengelolaan sampah yang baik dan terencana.
• Weakness (kelemahan)
Aspek kelemahan dan berbagai syaratnya di abaikan
• Opportunities (peluang)
Menjadikan peluang yang baik dalam hal menyimpan dan mengelolanya.
• Threats (ancaman)
Penghentian tempat pengelolaan sampah.

Setelah itu dibuat pemetaan Analisis SWOT maka dibuatlah tabel matriks dan ditentukan sebagai tabel informasi SWOT. Kemudian dilakukan pembandingan antara faktor internal yang meliputi Strength dan Weakness dengan faktor luar Opportunity dan threat. Setelah itu kita bisa melakukan strategi alternatif untuk dilaksanakan. Strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling menguntungkan dengan resiko dan ancaman yang paling kecil.
Selain pemilihan alternatif Analisis swot juga bisa digunakan untuk melakukan perbaikan dan improvisasi. dengan mengetahui kelebihan (Strength dan opportunity) dan kelemahan kita (weakness dan threat), maka kita melakukan strategi untuk melakukan perbaikan diri. Mungkin salah satu strateginya dengan meningkatkan Strength dan opportunity atau melakukan strategi yang lain yaitu mengurangi weakness dan threat.


DAFTAR PUSTAKA
Arif, Ahmad; Indira Permanasari; dan Rudy Badil.2009.Hidup Hirau Hijau.Jakarta:KPG
Ginting, Periksa.2009.Lahan TPST Bojong terlantar.Dalam http://www.sinarharapan.co.id/berita/0904/25/ jab05.html
Oktarini, Fitri.2004.Kesia-siaan TPST Bojong.Dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/11 /25/nrs,20041125-03,id.html
Yuliastuti, Dian.2005.Ahli BPPT : TPST Bojong Sebaiknya Direlokasi.Dalam http://www.tempointeracti-ve.com/hg/.../03/.../brk,20050324,id.html
http://digilib-ampl.net/detai/detail.php?row=6&tp=artikel&ktg=sampahdalam&kd_link=&kode=202.2004. Teknologi di TPST Bojong
http://www.forplid.net/index.php?option=com_content&task=view&id=80&Itemid=101.2007.TPST Bojong Perlu Disempurnakan
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/11/25/nrs,20041125-02,id.html.2004.Mengenal Teknologi Ballapress di TPST Bojong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar