Senin, 29 Oktober 2012

Good Corporate Governance ( GCG )

Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition).
Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Tujuan GCG
GCG diperlukan dalam rangka:
1.      Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran.
2.      Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3.      Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4.      Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5.      Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6.      Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG MENDORONG IMPLEMENTASI GCG
Ø      Pelaku dan lingkungan bisnis
Meliputi seluruh entitas yang mempengaruhi pengelolaan perusahaan, seperti business community atau kelompok-kelompok yang signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan, serikat pekerja, mitra kerja, supplier dan pelanggan yang menuntut perusahaan mempraktekkan bisnis yang beretika. Kelompok-kelompok di atas dapat mempengaruhi jalannya perusahaan dengan derajat intensitas yang berbeda-beda.
Ø      Pemerintah dan regulator
Pemerintah dan badan regulasi berkepentingan untuk memastikan bahwa Perusahaan mengelola keuangan dengan benar dan mematuhi semua peraturan dan undang-undang agar memperoleh kepercayaan pasar dan investor.
Ø      Investor
Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan pemegang saham dan pelaku perdagangan saham termasuk perusahaan investasi. Investor menuntut ditegakkannya atau dijaminnya pengelolaan perusahaan sesuai standar dan prinsip-prinsip etika bisnis.
Ø      Komunitas Keuangan
Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan persyaratan pengelolaan keuangan perusahaan termasuk persyaratan pengelolaan perusahaan terbuka, seperti komunitas bursa efek, Bapepam-LK, US SEC dan Departemen Keuangan RI. Setiap komunitas di atas mengeluarkan standar pengelolaan keuangan perusahaan dan menuntut untuk dipatuhi/dipenuhi oleh Perusahaan.
Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance adalah sebagai berikut :
  1. Transparasi
Yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stake holder (orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas perusahaan). Di sini para pengelola perusahaan harus  berbuat secara transparan kepada penanam saham, jujur apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak manipulatif. Keterbukaan informasi dalam proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi yang dianggap penting dan relevan.
  1. Accountability
Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada semua karyawan dan menegaskan fungsi-fungsi dasar setiap bagian. Dari sini perusahaan akan menjadi jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggung jawabnya serta kewenangannya dalam setiap kebijakan perusahaan.
  1. Responsibility
Yaitu menyadari bahwa ada bagian-bagian perusahaan yang membawa dampak pada lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahaan harus memperhatikan amdal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat setempat. Perusahaan harus apresiatif dan proaktif terhadap setiap gejolak sosial masyarakat dan setiap yang berkembang di masyarakat.
  1. Independensi
Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan harus memiliki otonominya secara penuh sehingga pengambilan-pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh. Perusahaan harus berjalan dengan menguntungkan supaya bisa memelihara keberlangsungan bisnisnya, namun demikian bukan keuntungan yang tanpa melihat orang lain yang juga harus untung. Semuanya harus untung dan tidak ada satu pun yang dirugikan.
  1. Fairness
Yaitu semacam kesetaraan atau perlakuan yang adil di dalam memenuhi hak dan kewajibannya terhadap stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem yang solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang diharapkan. Dengan pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan yang ada ditaati guna melindungi semua orang yang punya kepentingan terhadap keberlangsungan bisnis kita.

Beberapa kasus berikut ini merupakan penyimpangan dari prinsip-prinsip good corporate governance di Indonesia.
Penggunaan perusahaan sebagai vehicle untuk mengumpulkan dana murah.
Pada tahun 1998 sebuah perusahaan tercatat membeli piutang dari pihak afiliasi (anjak piutang) sehingga saldo anjak piutang meningkat 237% menjadi Rp 709 milyar. Jumlah tersebut merupakan 68,77% dari total aset perusahaan. Pada akhir tahun buku 1998, seluruh piutang pihak afiliasi tersebut dibebankan ke penyisihan tak tertagih. Diindikasikan bahwa perusahaan hanya dijadikan vehicle bagi afiliasi untuk memperoleh dana murah atas beban perusahaan. Sebagai akibatnya, pemegang saham publik harus menanggung kerugian karena perusahaan mengalami kesulitan cash-flow dan kinerja keuangan menjadi buruk sehingga perusahaan tidak dapat membayar dividen. Praktik tersebut dapat terjadi karena pemilik perusahaan afiliasi merupakan pemegang saham mayoritas sehingga semua praktis semua keputusan telah mendapatkan persetujuan RUPS. Dalam kasus ini asas akuntabilitas dan fairness kepada pemegang saham minoritas dilanggar.

Ketidakterbukaan atas informasi rencana bisnis penting.
Sebuah perusahaan tercatat tidak mempublikasikan rencana akuisisi perusahaan afiliasi dan tidak mengumumkan kepada publik bahwa perusahaan telah menghentikan aktivitas produksi serta hanya tinggal melakukan penjualan persediaan. Di samping itu perusahaan tersebut juga tidak mempublikasikan rencana untuk mengubah bidang usaha. Perusahaan tidak memberikan penjelasan mengenai penempatan dana yang jumlahnya material (22% dari total aset) pada pihak lain. Akibat yang harus ditanggung oleh pemegang saham publik adalah bahwa pemegang saham publik melakukan investasi dengan informasi yang tidak memadai tentang perusahaan. Laporan keuangan yang tidak memberikan informasi yang memungkinkan investor menilai kualitas aset perusahaan. Pemegang saham akan "tertipu" dengan tingginya jumlah total aset perusahaan karena tidak ada pengungkapan informasi mengenai kolektibilitas penempatan aset di perusahaan afiliasi tersebut.

Penggunaan nama perusahaan untuk mendapatkan pinjaman pribadi.
Direktur Utama sebuah perusahaan melakukan pinjaman tanpa jaminan kepada kreditur asing dengan menggunakan nama perusahaan. Akan tetapi dana pinjaman tersebut tidak diterima oleh perusahaan. Anggota Direksi lainnya meskipun mengetahui adanya transaksi tersebut ternyata tidak melaporkan kepada akuntan publik mengenai transaksi tersebut. Akibatnya adalah bahwa laporan keuangan yang disampaikan kepada publik menjadi misleading karena tidak memuat informasi yang benar. Pihak kreditur dapat mengajukan gugatan penyitaan kepada perusahaan apabila pinjaman tersebut tidak dapat diservice.

Analisis :
Menurut saya, banyak perusahaan yang belum menerapkan GCG secara konsisten,khususnya belum diterapkannya etika bisnis. Penerapan GCG dapat berhasil bila terdapat hubungan kerja yang harmonis dan saling mendukung dalam mencapai tujuan perusahaan. Keberhasilan penerapan GCG juga ditentukan sejauh mana karyawan terlibat di dalamnya. Sehingga sistem GCG di dalam perusahaan atau instansi dapat terlaksana dengan baik.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar